Senin, 14 November 2016

I am not myself when I'm angry. And the reason is you.

Tulisan ini adalah tulisan yang saya tulis 3 bulan lalu. Tulisan ini adalah tulisan yang mengambang diatas emosi dan beralaskan luap dengki. 
Mereka bilang, cinta dan benci memiliki jarak kurang dari seinci. Kadang, kamu mencintai orang yang kamu benci. Kadang, cinta bisa berubah jadi benci. Dan kadang pula, kamu tidak bisa membedakan mana yang cinta dan mana yang benci; sama seperti saya.
Saya mencintai sekaligus membenci orang yang sama. 


--

Kamis, 18 Agustus 2016.

Belakangan, saya merasakan banyak hal. Tapi anehnya, banyak hal tersebut justru membuat saya merasa kosong, seperti campuran dari berbagai rasa yang sangat banyak dan jadi tidak terasa apa-apa.
I feel numb, most of the time.
Kadang, rasanya seperti ada pisau yang menusuk ulu hati saya; sakit sekali. Kadang, rasanya saya ingin menyanyi di panggung besar. Kadang, saya super ceria dan melantunkan lagu-lagu EDM di kamar mandi. Kadang pula, rasanya saya tidak ingin bangun dari tempat tidur; saya merasa nyawa saya hilang, tidak berdaya sama sekali. Kadang, saya tertawa lepas dan sama sekali lupa tentang apa yang sedang terjadi di kehidupan saya. Dan kadang, ketika melihat suatu barang, mencium aroma tertentu, atau mengunjungi sebuah tempat, saya ingin menangis sejadi-jadinya. Memori seringkali bermain di benak saya, tertawa selepas-lepasnya; menertawakan saya. Lalu setelah tertawa, dia menjatuhkan dan menginjak-injak saya, hingga rasanya saya tidak lagi berada disana.
Kehidupan saya belakangan ini bisa dikatakan sedikit kacau.
Saya juga tidak tahu apa alasan pastinya. Namun belakangan, saya lebih suka sendirian, mengurung diri di kehidupan saya sendiri, di sudut lantai 2 perpustakaan kampus saya seperti saat ini, misalnya.
Saya marah.
Ingin marah sepuas-puasnya pada salah satu alasan yang membuat saya semrawut. Marah, karena mengapa saya memperbolehkan dia ambil andil dalam emosi saya. Marah, karena mencurahkan semua yang saya punya (hati, perasaan, pikiran, bahkan masa depan) sepenuhnya pada dia.
Ingin rasanya datang di depan batang hidungnya, dan tidak menjelaskan apapun kecuali membisikkan kata, "bangsat".
Ingin rasanya menampar, memaki, bahkan kalau bisa menampar sambil memaki, dan menjerit sepuasnya di depannya.
Saya marah.
Saya sakit hati.
Saya merasa dilecehkan.
Saya merasa sangat rendah, padahal dia tidak seharusnya berarti apa-apa buat saya.
Saya marah karena merasa tidak berdaya hanya karena dia.
Saya marah karena dia pecundang.
Saya marah karena dia kejam.
Saya marah karena dia membuat saya merasa lemah.
Saya marah karena dia menghancurkan semua angan yang pernah saya rencanakan bersama dia.
Saya marah karena pernah berpikir bahwa dia tidak akan mematahkan hati saya.
Saya marah karena dia tidak mau berjuang.
Saya marah karena dia juga tampaknya tidak peduli.
Dan saya marah, karena saya terlalu bodoh. Saya marah karena pernah memutuskan untuk mencintai dia.
Mereka bilang bahwa patah hati pertama adalah patah hati yang paling menyakitkan. Mereka berkata bahwa patah hatimu yang pertama adalah patah hati yang tidak akan kamu lupakan seumur hidup.
Benar atau tidak, saya belum berhasil membuktikannya.
Semua ini terasa menyakitkan, benar, dan saya sebenarnya malas untuk berada pada diri saya saat ini. Saya tidak pernah tahu bahwa seseorang bisa mempengaruhi pikiran saya sebegitu hebatnya. Membayangkan wajahnya saja bisa tiba-tiba menangis.
Ini gila.
Sejak kapan emosi saya bisa dipengaruhi oleh orang lain? Sejak kapan saya jadi selemah ini?
Saya bahkan tidak tahu diri saya yang selalu mandiri bisa jadi seperti ini.
Ini semua tidak masuk akal.
Ini bahkan tidak adil karena dia juga tidak peduli dengan apa yang saya rasakan.
Rasanya saya ingin cepat-cepat keluar dari fase ini dan menjadi pribadi saya yang lama; yang ceria, yang selalu optimis, yang mandiri dan independen.
Semoga saja dimensi lain yang hinggap di diri saya sekarang ini tidak bertahan lama-lama.
Dan semoga saja, ini yang paling penting, saya bisa cepat-cepat melupakan sumber kemarahan dan kedengkian yang menyebabkan saya kacau.
Semoga saja.